Mu'jizat atau I'jaz
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang
sangat mulia yang diturunkan kepada Rasul-Nya Muhammad saw dan diperintahkan
untuk menyampaikan wahyu kepada seluruh umatnya, supaya dijadikan sebagai
petunjuk dan pedoman dalam kehidupan di dunia yang fana ini.
Manusia hidup tidak lepas dari serba
kebutuhan, paling penting mendalamkan kebutuhan dalam hal menjalankan perintah
Allah yang Maha Kuasa dan semua itu terdapat dalam al-Qur’an. Oleh karena itu,
untuk menemukan semua kebutuhan sesui dengan isi kandungan al-Qur’an tersebut
perlu untuk mendalami ilmu-ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an itu terlebih
dahulu. Dari kesekian banyak ilmu yang menjelasakan isi dan kandungan
al-Qur’an, maka oleh penulis disini akan mengemukakan tentang I’jazul Qur’an.
I’jazul Qur’an adalah sesuatu yang
luar biasa yang hanya dimiliki oleh para Nabi-nabi tertentu, tujuannya untuk
membuktikan kenabian Nabi masing-masing. Kemukjizatan yang terjadi sesuai
dengan kehebohan-kehebohan yang ada pada masa-masa tertentu, yang semua itu
bersifat menantang dan membuktikan sesuatu yang benar yang hanya datang dari
Allah. Demikian penjelasan lebih jelas nanti dalam pembahasan, yang intinya
dalam makalah ini menjelasakan tentang suatu cabang ilmu yang berhubungan
dengan al-Qur’an yaitu I’jazul Qur’an.
BAB II
PEMBAHASA
- Pengertain
Pengertian I’jaz menurut Bahasa dan Istilah :
Kata I’jaz adalah isim mashdar dari ‘Ajaza-Yu’jizu-I’jazan
yang mempunyai arti ‘Ketidakberdayaan atau Keluputan’ (naqid al-hazm). Kata
i’jaz juga berarti terwujudnya ketidakmampuan, seperti dalam contoh: “a’jaztu
zaidan“ aku mendapati Zaid tidak mampu.
Sedangkan
menurut Istilah adalah, sesuatu perkara yang luar biasa yang disertai tantangan
dan selamat dari perlawanan.
هي أمر خارق للعادة
مقرون بالتحدي سالم عن المعارضة يظهر على يد مدعي النبوة موافقاً لدعواه
mukjizat yang Allah berikan kepada Rasul-Nya sabagai penampakan kebenaran
pengklaiman kerasulan Nabi Muhammad saw dalam ketidakmampuan orang Arab untuk
menandingi mukjizat Nabi yang abadi, yaitu al-Quran. Dan perbuatan seseorang
pengklaiman itu bahwa ia menjalankan fungsi ilahiyah dengan cara melanggar ketentuan
hukum alam dan membuat orang lain tidak mampu melakukannya dan bersaksi akan kebenaran
klaimnya
.
Mu’jizat ini ada yang bersifat empiris
dan ada yang bersifat a’qliah, ada empat unsur-unsur yang disebut mukjizat yang
ada pada para Nabi yaitu :
1.
Hal atau
peristiwa yang luar biasa
Peristiwa-peristiwa alam, yang terlihat sehari-hari,
walaupun menakjubkan, tidak dinamai mukjizat. Hal ini karena peristiwa tersebut
merupakan suatu yang biasa. Yang dimaksud dengan “luar biasa” adalah sesuatu
yang berbeda di luar jangkauan sebab
dan akibat yang hukum-hukumnya diketahui secara umum.
Demikian pula dengan hipnotis dan sihir, misalnya sekilas tampak ajaib atau
luar biasa, karena dapat dipelajari, tidak termasuk dalam pengertian “luar
biasa” dalam definisi di atas.
2.
Terjadi
atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi.
Hal-hal
di luar kebiasaan tidak mustahil terjadi pada diri siapapun. Apabila
keluarbiasaan tersebut bukan dari seorang yang mengaku Nabi, hal itu tidak
dinamai mukjizat. Demikian pula sesuatu yang luar biasa pada diri seseorang
yang kelak bakal menjadi Nabi ini pun tidak dinamai mukjizat, melainkan irhash.
Keluarbiasaan itu terjadi pada diri seseorang yang taat dan dicintai Allah,
tetapi inipun tidak disebut mukjizat, melainkan karamah atau kerahmatannya.
Bahkan, karamah ini bisa dimiliki oleh seseorang yang durhaka kepada-Nya, yang
terakhir dinamai Ihanah (penghinaan) atau Istidraj (rangsangan untuk lebih
durhaka lagi). Bertitik tolak dari kayakinan umat Islam bahwa
Nabi Muhammad saw adalah Nabi terakhir, maka jelaslah bahwa tidak mungkin lagi
terjadi suatu mukjizat sepeninggalannya. Namun, ini
bukan berarti bahwa keluarbiasaan tidak dapat terjadi dewasa ini.
3.
Mendukung
tantangan terhadap mereka yang meragukan kenabian
Tentu
saja ini harus bersamaan dengan pengakuannya sebagai Nabi, bukan sebelum dan
sesudahnya. Di saat ini, tantangan tersebut harus pula merupakan sesuatu yang
berjalan dengan ucapan sang Nabi. Kalau misalnya ia berkata, “batu ini dapat
bicara”, tetapi ketika batu itu berbicara, dikatakannya bahwa “Sang penantang
berbohong”, maka keluarbiasaan ini bukan mukjizat, tetapi ihanah atau istidraj
4.
Tantangan
tersebut tidak mampu atau gagal dilayani
Bila
yang ditantang berhasil melakukan hal serupa, ini berarti bahwa pengakuan sang
penantang tidak terbukti. Perlu digarisbawahi di sini bahwa kandungan tantangan
harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang. Untuk membuktikan kegagalan
mereka, aspek kemukjizatan tiap-tiap Nabi sesuai dengan bidang keahlian umatnya.
- Bukti Historis dan Aspek Kemukjizatan
Al-Qur’an
Al-Qur'an digunakan oleh Nabi Muhammad
saw untuk menantang orang-orang pada masanya dan generasi sesudahnya yang tidak
mempercayai kebenaran Al-Qur'an sebagai firman Allah (bukan ciptaan Muhammad)
dan risalah serta ajaran yang dibawanya. Terhadap mereka, sungguhpun memiliki
tingkat fashahah dan balaghah yang tinggi di bidang bahasa Arab, Nabi
memintanya untuk menandingi Al-Qur'an dalam dua tahapan:
1.
Mendatangkan semisal
Al-Qur'an secara keseluruhan, sebagaimana dijelaskan pada surat Al-Isra ayat
88. Artinya : “Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang
serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian
lain
.
2. Mendatangkan satu surat yang
menyamai surat-surat yang ada dalam Al-Qur'an, sebagaimana dijelaskan oleh
surat Al-Baqarah ayat 23. Artinya : “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan
tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu
surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain
Allah, jika kami orang-orang yang benar”.
Sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang Arab
ternyata gagal menandingi Al-Qur'an. Ada riwayat catatan sejarah yang memperlihatkan
kegagalan itu :
Pemimpin Quraisy pernah mengutus Abu Al-Walid, seorang sastrawan
ulung yang tiada bandingannya untuk membuat sesuatu yang mirip dengan Al-Qur'an
ketika Abu Al-Walid berhadapan dengan Rasulullah SAW. Yang membaca surat Fushilat,
ia tercengang mendengar kehalusan dan keindahan gaya bahasa Al-Qur'an dan ia
pun kembali pada kaumnya dengan tangan hampa.
Yang dapat mengetahui kemukjizatan dan
keindahan Al-Qur’an itu hanyalah sastrawan-satrawan Arab atau orang-orang yang
memahami satra Arab, tetapi karena agama Islam itu untuk semua makhluk dan Nabi
Muhammad di utus sebagia
Rahmatan lil-A’lamin, maka kemukjizatan
Al-Qur’an pun bersifat universal dan untuk manusia seluruhnya. Oleh karena itu,
kemukjizatannya itu ada yang sudah diketahui oleh orang-orang dahulu, ada yang
sedang kita ketahui, dan ada yang akan diketahui oleh generasi sesudah kita. Aspek
kemukjizatan itu sangat banyak jumlahnya dan terus berkembang sesuai dengan
banyaknya manusia dan perkembangannya
.
Aspek-aspek kemukjizatan Al-Qur’an adalah :
a. I’jazul al-Bayani (bahasa)
Sejarah telah menyaksikan bahwa bangsa
Arab pada saat turunnya al-Quran telah mencapai tingkat yang belum pernah
dicapai oleh bangsa satu pun yang ada didunia ini, baik sebelum dan sesudah
mereka dalam bidang kefashihan bahasa (balaghah). Mereka
juga telah meramba jalan yang belum pernah diinjak orang lain dalam
kesempurnaan menyampaikan penjelasan (al-bayan), keserasian dalam menyusun
kata-kata, serta kelancaran logika. Oleh karena bangsa Arab telah mencapai
taraf yang begitu jauh dalam bahasa dan seni sastra, karena sebab itulah
al-Quran menantang mereka. Padahal mereka memiliki kemampuan bahasa yang tidak
bisa dicapai orang lain seperti kemahiran dalam berpuisi, syi’ir atau prosa
(natsar), memberikan penjelasan dalam langgam sastra yang tidak sampai oleh
selain mereka. Namun walaupun begitu mereka tetap dalam ketidakberdayaan ketika
dihadapkan dengan al-Quran.
Al-Qur’an mempunyai gaya bahasa yang khas dan
tidak dapat ditiru oleh para sastrawan pada waktu itu. Mereka melihat al-Qur’an
memakai bahasa dan lafaz mereka, tetapi ia bukan puisi dan bukan pula prosa,
dan mereka tidak mampu membuat yang serupa itu. Mereka putus asa, lalu
merenungkannya, kemudian merasa kagum dan menerima, lalu masuk Islam
.
b.
I’jazul al-Tashri’i (hukum)
Diantara hal-hal yang mencengangkan
akal dan tak mungkin dicari penyebabnya selain bahwa al-Quran adalah wahyu
Allah, adalah terkandungnya syari’at paling ideal bagi umat manusia,
undang-undang yang paling lurus bagi kehidupan, yang dibawa al-Quran untuk
mengatur kehidupan manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia.
Meskipun memang banyak aturan hukum dari Al-Quran yang secara 'kasat mata'
terlihat tidak adil, kejam dan sebagainya, tetapi sesungguhnya di balik itu ada
kesempurnaan hukum yang tidak terhingga. Diantara produk hukum Al-Quran yang
menakjubkan dan penuh hikmah tersebut antara lain :
Hukuman Hudud bagi pelaku Zina, Pencurian, dsb (QS An-Nuur 2-3)
Hukuman Qishas bagi Pembunuhan ( QS Al-Baqoroh 178-180)
Hukum Waris yang detil (QS An- Nisa 11-12)
Hukum Transaksi Keuangan dan Perdagangan.(QS Al-Baqoroh 282)
Hukum Perang & Perdamaian. (QS Al-Anfal 61).
Maka, al-Qur’an itu memang penuh dengan
hukum-hukum yang sangat perlu bagi kehidupan manusia, baik dalam kehidupan
individu maupun dalam kehidupan bernegara, dan bermasyarakat, bahkan ayat
pertama yang diturunkan pun yaitu :
ااقراء بسم ربك الذي خلق
telah menetapkan hak dan kewajiban
manusia, yaitu hak belajar dan kewajiban beriman.
c.
I’jazul al-I’lmi (ilmiah)
Pemaknaan kemukjizatan al-Quran dalam segi ilmiah
diantaranya :
1. Dorongan serta stimulasi
al-Quran kepada manusia untuk selalu berfikir keras atas
dirinya sendiri dan alam semesta yang
mengitarinya.
2. Al-Quran memberikan ruangan
sebebas-bebasnya pada pergulan pemikiran ilmu
pengetahuan sebagaimana halnya tidak ditemukan
pada kitab-kitab agama lainnya yang malah cenderung restriktif.
3. Al-Quran dalam mengemukakan
dalil-dalil, argument serta penjelasan ayat-ayat
ilmiah, menyebutkan isyarat-isyarat ilmiah yang
sebagaiannya baru terungkap pada zaman atom, planet dan penaklukan angkasa luar
sekarang ini. Diantaranya adalah :
F Isyarat tentang Sejarah Tata
Surya
Allah SWT berfirman : “Dan Apakah orang-orang yang
kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah
suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah
mereka tiada juga beriman?” (QS. Al-Anbiya’: 30).
F Isyarat tentang Fungsi Angin
dalam Penyerbukan Bunga
Allah SWT berfirman : “Dan Kami telah meniupkan
angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit,
lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang
menyimpannya.” (QS. Al-Hijr: 22)
F Isyarat tentang Sidik Jari manusia
Allah SWT berfirman : “ Bukan demikian, Sebenarnya kami-
Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna" . (QS
Al-Qiyamah 4).
Al-Qur’an mempunyai kemampuan untuk
memjawab tantangan di zamam ilmu pengetahua dan teknologi. Al-Qur’an penuh
dengan ayat-ayat yang memberi petunjuk tentang ilmu pengetahuan bahkan semua
yang ada dimuka bumi ini..
Menurut para tokoh Ilmu Kalam,
ada beberapa Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an yang mereka sebutkan yang dikutib
dari prkataan para Ulama
:
1.
Abu Ishak Ibrahim an-Nizam dan pengikutnya dari
kaum syi’ah seperti al-Murtada berpendapat, kemukjizatan Qur’an adalah dengan
cara sirfah (pemalingan). Arti sirfah dalam pandangan
an-Nizam ialah, bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menentang Qur’an.
padahal sebenarnya, mereka mampu menghadapinya. Maka pemalingan inilah yang luar
biasa (mukjizat). Sedang sirfah menurut pandangan al-Murtada ialah, bahwa Allah
telah mencabut dari mereka ilmu-ilmu yang diperlukan untuk menghadapi Qur’an
agar mereka tidak mampu membuat yang seperti Qur’an. Pendapat ini menunjukkan
kelemahan pemiliknya itu sendiri. Sebab tidak akan dikatakan terhadap orang
yang dicabut kemampuannya untuk berbuat sesuatu, bahwa sesuatu itu telah
membuatnya lemah selama ia masih mempunyai kesanggupan untuk melakukannya pada
suatu waktu. Akan tetapi yang melemahkan (mu’jiz) adalah kekuasaan Allah, dan
dengan demikian Qur’an bukanlah mukjizat. Padahal pembicaraan kita tentang
kemukjizatan Qur’an, bukan kemukjizatan Allah, akan tetap ada sepanjang masa.
2. Satu golongan ulama
berpendapat, Qur’an itu mu’jizat dengan balaghahnya yang mencapai tingkat
tinggi dan tidak ada bandingannya. ini adalah pendapat ahli bahasa Arab yang
gemar akan bentuk-bentuk makna yang hidup dalam untaian kata-kata yang terjalin
kokoh dan retorika yang menarik.
3. Sebagian mereka
berpandapat segi kemukjizatan Qur’an itu adalah karena ia mengandung Badi’
yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang telah dikenal dalam perkataan
orang arab, seperti fasilah dan maqta’.
4. Golongan lain
berpendapat, kemukjizatan Qur’an itu terletak pada pemberitaannya tentang
hal-hal ghaib yang akan datang, yang tak dapat diketahui kecuali dengan wahyu,
dan pada pemberitaanya tentang hal-hal yang sudah terjadi sejak masa penciptaan
makhluk, yang tidak mungkin dapat diterangkan oleh seorang ummi yang tidak
pernah berhubungan dengan ahli kitab.
5. Satu golongan lain
berpendapat, Qur’an itu mukjizat karena ia mengandung bermacam ilmu dan hikmah
yang sangat dalam. Dan masih banyak lagi aspek-aspek kemikjizatan lainnya yang
berkisar pada sekitar tema-tema di atas, sebagaimana telah dihimpun oleh
sebagian ulama, mencapai sepuluh aspek atau lebih.
- Kadar Kemukjizatan Qur’an
1. Golongan Mu’tazilah
berpendapat bahwa kemukjizatan itu berkaitan dengan keseluruhan Al-Qur’an,
bukan dengan sebagiannya, atau dengan setiap surahnya secara lengkap.
2. Sebagian ulama
berpendapat, sebagian kecil atas sebagian besar dari Qur’an, tanpa harus satu
surah penuh, juga merupakan mukjizat, berdasarkan firman Allah : ”Maka
hendakalah mereka mendatangkan kaliamat yang semisal Al-Qur’an... ”At-Tur
52:34”.
3. Ulama yang lain
berpendapat, kemukjizatan itu cukup hanya dengan satu surah lengkap sekalipun
pendek, atau dengan ukuran satu surah, baik satu ayat atau beberpa ayat.
Namun demikian, kita tidak
berpendapat, kemukjizatan itu hanya terdapat pada kadar tertentu, sebab kita
dapat menemukannya pula pada bunyi huruf-hurufnya dan alunan kata-katanya,
sabagaimana kita mendapatkannya pada ayat-ayat dan surha-surahnya. Sur’an adalah
Kalamullah. Ini saja sudah cukup. Adapun mengenai segi
atau kadar manakah yang mukjizat itu, maka jika seorang penyelidik yang
obyektif dan mencari kebenaran memperhatikan Qur’an dari aspek manapun yan ia
sukai, segi ushlubnya, segi pengetahuannya, segi pengaruh yang ditimbulkannya
di dalam dunia dan wajah sejarah yang diubahnya, atau semua segi tersebut,
tentu kemukjizatan itu ia dapatkan dengan jelas dan terang.
- Tujuan dan Fungsi Mukjizat
Mukjizat, walaupun dari segi bahasa
berati melemahkan sebagiaman yang telah terkamukakan di atas, namun dari segi
agama, ia sama sekali untuk melemahkan atau membuktikan ketidakmampuan yang
ditantang. Mukjizat ditampilkan oleh Tuhan melalui hamba-hamba pilihan-Nya
untuki membuktikan kebenaran ajaran Ilahi yang dibawa oleh masing-masing Nabi.
Jika demikian halnya, maka ini paling tidak mengandung dua konsekuensi
.
Pertama, bagi yang telah percaya kepada Nabi, maka ia tidak
lagi membutuhkan mukjizat. Ia tidak lagi di tantang untuk melakukan hal yang
sama. Mukjizat yang dilihat atau dialaminya hanya berfungsi memperkuat
keimanan, serta menambah keyakinan-keyakinan akan kekuasaan Allah SWT.
Kedua, Para Nabi sejak Adam a.s. hingga Isa a.s. diutus
untuk suatu kurun tertentu serta masyarakat tertentu. Tantangan yang mereka
kemukakan sebagai mukjizat psati tidak dapt dilakukan oleh umatnya. Namun,
apakah ini berarti peristiwa luar biasa yang terjadi melalui mereka itu tidak
dapat dilakukan oleh selain umat mereka pada generasi sesudah generasi mereka?
Jika tujuan mukjizat hanya untuk meyakinkan para Nabi, maka boleh jadi umat
yang dapat melakukannya. Kemungkinan ini lebih terbuka bagi mereka yang berpendapat
bahwa mukjizat pada hakikatnya dalam jangkauan hukum-hukum (Allah yang berlaku)
di alam. Namun ketika hal itu terjadi, hukum-hukum tersebut belum lagi
diketahui oleh masyarakat Nabi yang bersangkutan.
- Dalil Kemukjizatan Al-Qur’an
Beberapa dalil tentang kemukjizatan
Al-Qur’an, untuk menjelaskan hal ini, kita harus memberi paparan dalam bentuk
poin-poin, yang setiap poinnya dapat dijadikan sebagai kemukjizatan Al-Qur’an,
yaitu sebagai berikut
:
1. Al-Qur’an tersebar luas
dimuka bumi ini, termasuk di jazirah Arab, dan
khususnya di kota Mekkah, yang merupakan daerah
yang belum mengenal peradaban dan kebudayaan metopolis sebagaimana yang telah
dihasilkan oleh berbagai masyarakat yang dianggap telah maju.
2. Al-Qur’an dibawa oleh Rasul
dan juga disebarluaskan kepada seluruh penduduk
bumi ini oleh salah seorang penduduk Mekkah yang
belum pernah mengucap pendidikan dan pengajaran meski hanya sedikit.
3. Sesungguhnya Al-Qur’an mampu
melihat dan menceritakan kejadian yang ghaib
yang
terjadi pada masa lampau, dan yang akan terjadi juga masa depan.
- Pembagian Jenis Mukjizat & Hikmahnya
Secara umum mukjizat dapat digolongkan
menjadi dua klasifikasi, yaitu:
1. Mu’jizat Indrawi (Hissiyyah)
Mukjizat jenis ini diderivasikan pada
kekuatan yang muncul dari segi fisik yang mengisyaratkan adanya kesaktian/mukjizat
seorang Nabi. Secara umum dapat diambil contoh adalah mukjizat Nabi Ibrahim
yang tidak terbakar dalam kobaran api yang sangat besar, mukjizat Nabi Musa
yang tongkat-Nya dapat membelah lautan, dan berubah mejadi ular, mukjizat Nabi
Daud dapat melunakkan besi, mukjizat Nabi dapat menyembuhkan penyakit, serta
mukjizat Nabi-Nabi dari bani Israil yang lain. Dan mukjizat ini terbatas pada
lokasi tempat masing-masing mereka, dan berakhir sampai ketika wafatnya
masing-masing Nabi tersebut
.
2. Mukjizat Rasional (’Aqliyah)
Mukjizat ini tentunya sesuai dengan namanya lebih banyak
ditopang oleh kemampuan intelektual yang rasional. Dalam kasus al-Qur’an
sebagai mukjizat-
Nabi Muhammad atas umatnya dapat dilihat dari segi keajaiban ilmiah
yang rasional dan oleh karena itulah mukjizat al-Quran ini bisa abadi sampai
hari Qiamat.
Hikmah Pembagian Mukjizat, oleh Imam
Jalaludin as-Suyuthi, berkomentar mengenai hikmah pembagian mukjizat tersebut
dimana beliau berpendapat bahwa kebanyakan makjizat yang ditanpakkan Allah pada
diri para Nabi yang diutus kepada bani Israil adalah mukjizat jenis fisik.
Beliau menambahkan hal itu dikarenakan atas lemah dan
keterbelakangan tingkat intelegensi Bani-Israil. Sementara, sebab yang
melatarbelakangi diberikannya mukjizat rasional atas umat Nabi Muhammad adalah
keberadaan mereka yang sudah relative matang dibidang intelektual. Beliau
menambahkan, oleh karena itu al-Quran adalah meukjizat rasional, maka sisi i’jaznya
hanya bisa diketahui dengan kemampuan intelektual, lain halnya dengan mukjizat
fisik yang bias diketahui dengan instrument indrawi. Meskipun
al-Quran diklasifikasian sebagai mukjizat rasional ini tidak serta merta
menafikan mukjizat-mukjizat fisik yang telah dianugerahkan Allah kepadanya
untuk memperkuat-dakwahnya
.
- Perbedaan Mukjizat Qur’an Dengan Nabi
Ada beberapa perbedaan besar antara
mukjizat Al-Qur’an dengan mukjizat para Nabi-nabi sebelumnya, antara lain :
1. Mukjizat Nabi sebelumnya
bersifat fisik (hissiyah), maka habis sesuai dengan
berlalunya zaman.
Generasi
setelahnya tidak lagi bisa menyaksikan mukjizat tersebut. Sementara Al-Quran
adalah mukjizat yang terjaga, abadi dan berkelanjutan. Karenanya hingga hari
ini masih banyak temuan-temuan tentang mukjizat Al-Quran.
2. Mukjizat Nabi-nabi sebelumnya
terfokus pada 'penakjuban pandangan.
Sementara, mukjizat Al-Quran mengarah pada
'pembukaan hati dan penundukan akal', karena itu daya pengaruhnya lama dan
bertahan. Sementara mukjizat 'pandangan' kadang begitu
mudah terlupakan.
3. Mukjizat Nabi sebelumnya di
luar konteks isi risalah mereka dan tidak bersesuain,
karena fungsi utamanya hanya untuk menguatkan
kenabian atau membuktikan bahwa mereka adalah utusan Allah SWT. Contoh : menghidupkan orang mati, tongkat menjadi ular, tidak ada
hubungan langsung dengan isi kitab Taurat dan Injil. Sementara Al-Quran
benar-benar mukjizat yang bersesuaian dan menguatkan isi risalah kenabian.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dari makalah dapat di ambil kesimpulan bahwa Al-Qur'an
ini adalah Mukjizat terbesar yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW.
Kita tahu bahwa setiap Nabi diutus Allah selalu dibekali mukjizat untuk
meyakinkan manusia yang ragu dan tidak percaya terhadap pesan atau misi yang
dibawa oleh Nabi.
Mukjizat ini selalu dikaitkan dengan
perkembangan dan keahlian masyarakat yang dihadapi tiap-tiap Nabi, setiap
mukjizat bersifat menantang baik secara tegas maupun tidak, oleh karena itu
tantangan tersebut harus dimengerti oleh orang-orang yang ditantangnya itulah
sebabnya jenis mukjizat yang diberikan kepada para Nabi selalu disesuaikan
dengan keahlian masyarakat yang dihadapinya dengan tujuan sebagai pukulan yang
mematikan bagi masyarakat yang ditantang tersebut.
Demikianlah dalam hal ini penulis
akhiri makalah ini tak lupa mohon maaf kepada semua pihak, kritik dan saran
penulis harapkan demi perbaikan penulisan makalah ini selanjutnya.
Daftar Pustaka
Al-Syuyuthi, Abd. Rahman, Al-Itqan Fi
Ulumil Qur’an, Jus III, Kairo: Dar al- Turath, 1985.
Al-Qattan, Manna Khalil, Mabahist Fi
Ulumil Qur’an, Bogor : Litera Antaranusa, 2007.
Al-Qattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, Cet. 8, Bogor, Pustaka Lintera
Antar Nusa, 2004.
Dr. Subhi as-Shaih, Membahasa
Ilmu-ilmu al-Qur’an, Bairut, Libanon, Pustaka Firdaus, 2004.
Shihab M.Quraisy. Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau
dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib. PT Mizan
Pustaka, Bandung,1997.
Marzuki, Kamaluddin, Ulumul Qur’an, Bandung : PT. Remaja Rosdakarria, 1992.
Syadali, Ahmad, Ulumul Qur’an, Bandung : Pustaka Setia, 2000.
Ash Shiddiqy TM Hasby, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Al-Qur'an, Bulan Bintang Jakarta. 1994
Baldan Nasrudin, Metodologi Penafsiran Al-Qur'an, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 1998
Rafiqi Mustofa Shadiq,
Al-I’jaz Al-Qur'an, Dar Al-Kitab. Al-Arabi, Beriut. 1990.
Al-Syuyuthi,
Abd. Rahman, Al-Itqan
Fi Ulumil Qur’an, Jus III, Kairo: Dar al- Turath, 1985.
Shihab M.Quraisy, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib. PT Mizan Pustaka, Bandung,1997.
Al-Qattan,
Manna’ Khalil, Studi
Ilmu-ilmu al-Qur’an, Cet. 8, Bogor, Pustaka Lintera Antar Nusa, 2004.
Al-Syuyuthi,
Abd. Rahman, Al-Itqan
Fi Ulumil Qur’an, Jus III, Kairo: Dar al- Turath, 1985.
Al-Qattan,
Manna’ Khalil, Studi
Ilmu-ilmu al-Qur’an, Cet. 8, Bogor, Pustaka Lintera Antar Nusa, 2004.
Dr. Subhi
as-Shaih, Membahasa
Ilmu-ilmu al-Qur’an, Bairut, Libanon, Pustaka Firdaus, 2004.
Al-Qattan,
Manna Khalil, Mabahist
Fi Ulumil Qur’an, Bogor : Litera Antaranusa, 2007.
Dr. Subhi
as-Shaih, Membahasa
Ilmu-ilmu al-Qur’an, Bairut, Libanon, Pustaka Firdaus, 2004.
Syadali, Ahmad, Ulumul Qur’an, Bandung : Pustaka Setia, 2000.
Al-Qattan, Manna Khalil, Mabahist
Fi Ulumil Qur’an, Bogor : Litera Antaranusa, 2007.
Shihab M.Quraisy, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau
dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib. PT Mizan
Pustaka, Bandung,1997.
Related Posts:
0 Response to "Mu'jizat atau I'jaz"
Post a Comment